Zarof Ricar
Jakarta, Info Breaking News - Publik berharap agar pihak Mahkamah Agung (MA) jangan berdiam diri, dan didesak untuk mengusut adanya pelanggaran UU Kehakiman dalam penanganan Peninjauan Kembali (PK) bernomor 1362 PK/PDT/2024, terkait sengketa perdata antara Sugar Group Company (SGC) dengan Marubeni Corporation (MC).
Majelis hakim perkara tersebut diketuai oleh Syamsul Maarif, dengan Lucas Prakoso sebagai Anggota I, dan Agus Subroto sebagai Anggota II. ketiga hakim ini diduga melanggar Pasal 17 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman karena sebelumnya telah menangani perkara serupa. Proses kilat dalam memutus perkara, hanya 29 hari, juga dianggap janggal.
"Padahal tebal berkas perkara mencapai tiga meter dan termuat dalam lima koper. Tidak mungkin dapat dibaca dalam tempo secepat itu oleh tiga hakim agung," ujar Jerry Massie kepada awak media di Jakarta, Jumat, (10/1/2025).
Indikasi kongkalikong lainnya, tutur dia, adanya informasi yang menyebut bahwa pada saat penggeledahan rumah mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI RI, Zarof Ricar, pada 24 Oktober lalu, Kejagung menemukan tumpukan uang dan logam mulia senilai Rp920 miliar. Turut ditemukan catatan tertulis 'pelunasan perkara sugar group Rp200 milyar'. Patut diduga, duit tersebut untuk suap hakim yang menangani perkara Marubeni.
Jerry menduga, uang Rp200 milyar itu sebagai pelunasan atas putusan Kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, PK Ke-I No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 dan PK Ke-II No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, yang merupakan upaya hukum lanjutan untuk perkara yang sejatinya tergolong nebis idem.
Tercatat, hakim agung yang duduk pada majelis putusan kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, adalah (1) Soltoni Mohdally, SH, (2) Dr. Nurul Elmiyah, SH, MH, dan (3) Dr. H. Zahrul Rabain, SH, MH. Lalu, majelis hakim agung PK Ke-I, No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019, adalah: (1) Dr. H. Sunarto, SH., MH (2) Maria Anna Samayati, SH, MH, dan (3) Dr. Ibrahim, SH, MH.
Sedangkan majelis hakim agung PK Ke-II, No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, adalah: (1) Syamsul Maarif, SH, LLM, Ph.D, (2) Dr. H. Panji Widagdo, SH, MH, (3) Dr. Nani Indarwati, SH, M.Hum, (4) Dr. H. Yodi Martono Wahyunadi, SH, MH dan (5) Dr. Lucas Prakoso, SH. Dua hakim agung yang disebut terakhir dissenting opinion.
"Terjawab sudah, mengapa Hakim Agung Syamsul Maarif dkk, selaku majelis yang menangani perkara No. 1362/PDT/2024, tidak mau mengundurkan diri," kata Jerry.
Jerry meminta pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menelusuri dugaan suap ini."Penyidik Pidsus Kejagung RI harus mendalami hipotesa ini," kata Jerry.
Kuasa hukum Marubeni Corporation, Nur Asiah, sebelumnya telah melayangkan surat protes kepada Ketua MA, Sunarto, perihal putusan perkara tersebut. Menurutnya, putusan No. 1362 PK/PDT/2024 tidak sah karena melanggar Pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009. Pada 10 Desember 2024, melalui surat No. 115-A/NR-L&P-LT/XII/2024, ia telah mengajukan hak ingkar terhadap susunan majelis hakim agung yang menangani perkara tersebut.
Pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009 menjelaskan, pihak yang diadili berhak mengajukan keberatan terhadap hakim yang menangani perkaranya jika hakim tersebut pernah mengadili perkara serupa. Nur Asiah meminta Ketua MA menyatakan putusan ini tidak sah dan batal demi hukum sesuai Pasal 17 ayat (6) UU tersebut.
Syamsul Maarif dan Lucas Prakoso disorot karena sebelumnya menangani perkara-perkara serupa. Sebaliknya, dua hakim agung lainnya, I Gusti Agung Sumanatha dan Hamdi, menunjukkan integritas dengan mengundurkan diri dari perkara ini karena alasan yang sama.
Juru Bicara MA, Yanto, berjanji akan memeriksa surat protes tersebut pada Senin (30/12/2024). Ia menyatakan belum mengetahui detail perkembangan kasus ini.
"Saya cek nanti ya. Saya belum tahu perkembangannya," ujar Yanto kepada awak media di Jakarta. Ia menambahkan, majelis hakim boleh menangani perkara terkait asalkan objek perkara berbeda.
Polemik ini mencerminkan tantangan integritas di tubuh MA yang semakin disorot publik. Bawas MA dan KPK didesak untuk membuktikan keberpihakan pada keadilan dengan mengusut tuntas dugaan kongkalikong yang mencederai kredibilitas lembaga peradilan.
Kasus mantan elit MA ini menjadi sorotan media dalam dan luar negeri karena BB yang mencapai Rp 1 Triliyun lebih dan berani nya menjual kasus perkara pembunhan sadis dengan sejumlah uang. Bagaimana dengan perkara pajak, perdata dan korupsi lainnya, karena sebagai parameter untuk kasus nyawa manusia yang dibunuh secara sadis saja tega teganya dijual oleh aparat keparat seperti oknum biadab yang semestinya nanti pantas dihukum berat, tapi jika ternyata kelak para terdakwa divonis ringan, maka rakyat akan semakin antipati dan mati rasa terhadap gembor gembor supremasi hukum yang cuma isapan jempol belaka, walaupun pastinya hati Presiden Prabowo SDubiyamto dan Wapres Gibramn, pasti sangat kecewa dan akan mengambil tindakan menghentikan para oknum itu dengen berbagai cara yang kini sedang dirumuskan.
Editor dan Penanggung jawab berita : Emil F Simatupang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar