![]() |
Jakarta, Info Breaking News –
Polemik terkait perubahan PP 99/2012 dan wacana pembebasan napi koruptor tengah
hangat dibicarakan.
Berbagai kritik disampaikan
kepada Menkumham Yasonna Laoly, salah satunya datang dari presenter kondang
Najwa Shihab. Wanita berusia 42 tahun ini menolak langkah pembebasan napi
koruptor dengan alasan bahwa jumlah napi koruptor di lapas tak sebanyak jumlah
narapidana kasus lain. Ia juga menyoroti bahwa penjara koruptor sangat bagus
dan sesuai dengan imbauan social distancing.
Najwa menuding alasan Yasonna
hanya mengada-ngada sehingga menurutnya tidak salah jika masyarakat curiga
terhadap motif di balik usulan tersebut.
Merasa terusik, Yasonna lantas
mengirimkan pesan kepada Najwa yang menyebut dirinya suudzon, provokatif dan
politis. Ia menjelaskan bahwa ide pembebasan koruptor itu masih berstatus
usulan dan kedepannya bisa ditolak Presiden. Oleh karena itu, ia meminta publik
menunggu terlebih dahulu.
Sementara itu, Prof. Otto Cornelis
Kaligis atau akrab dikenal sebagai OC Kaligis, dalam kapasitasnya sebagai warga
binaan di Lapas Sukamiskin Bandung yang kerap vokal menyuarakan pendapatnya
merasa tersakiti oleh komentar Najwa. OC Kaligis menilai perbuatan arogan Najwa
adalah bagian dari pembunuhan karakter.
Kecewa, ia pun menumpahkan isi
hatinya melalui sebuah surat yang juga ikut ditujukan kepada Menkumham. Berikut
isi surat tersebut seperti diterima oleh redaksi infobreakingnews.com, Senin (6/4/2020):
Sukamiskin Senin 6 April 2020.
Judul: Najwa Shihab Provokator dan Arogan.
Kepada
yang Terhormat Bapak Menteri Hukum dan HAM Pak Yasonna Laoly, Phd
Pak
Menteri yang saya hormati.
Saya pun di era orde baru terdaftar
sebagai jurnalis. Keanggotaan PWI saya peroleh setelah mengikuti ujian jurnalis.
Saya lulus dan oleh karena itu saya mengantongi kartu anggota muda PWI.
Undang Undang Pers era Reformasi disahkan dibawah Pemerintahan Presiden B.J. Habibie tanggal 23 September 1999, Undang Undang nomor
40/1999 memberi kepada insan pers hak Kebebasan Pers. Dengan berlakunya Undang2
Nomor 40/1999, Undang2 Pers lama dinyatakan tidak berlaku lagi. Salah satu dasar
Undang Undang tersebut adalah Undang Undang Dasar 1945. Hak kebebasan Pers yang
diberikan kepada para jurnalis, bukan kebebasan yang anarkis, bebas menggiring
opini rakyat agar misalnya para warga binaan yang telah divonis in kracht, oleh
Najwa Shihab, terus menerus dihukum tanpa batas, sekalipun mereka mungkin
adalah korban target KPK. Semuanya itu bisa terjadi karena anda Najwa Shihab yang arogan merasa dirinya kebal hukum dan
setelah terkenal menjadi manusia tak tahu diri.
Disatu pihak ketika Pansus DPR
membongkar Korupsi KPK atau Kejahatan Jabatan yang dilakukan KPK, berita ini
sengaja dikesampingkan Najwa Shihab.
Saya menggugat misalnya Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan atas Dasar gugatan Penganiayaan
Dan Pembunuhan, yang oleh Putusan Pengadilan Bengkulu, diperintahkan untuk
diadili di Pengadilan. Sidangnya sudah berjalan berkali-kali. Saya juga menggugat
Prof. Denny Indrayana. Hasil gelar perkara Mabes Polri, menetapkan Prof Denny
sebagai tersangka koruptor Kasus Payment Gateway. Bambang Widjojanto dan
Chandra Hamzah para ex-komisioner KPK, keduanya tersangka deponeer yang namanya
tidak pernah direhabiliter. Sekarang makan gaji dari Negara. Bambang Widjojanto
di DKI, Chandra Hamzah sebagai Komut di Bank Tabungan Negara. Apakah mereka mereka
tidak layak untuk diberitakan? Bahkan sebaliknya mereka dilindungi oleh Pers?
Oknum-oknum KPK dan simpatisannya, seandainya tidak dilindungi pers ,
seharusnya merekapun sudah dipenjarakan.
Saya menerbitkan buku berlabel ISBN
berjudul Korupsi oknum KPK. Buku-buku berjudul Korupsi Bibit-Chandra, KPK bukan
Malaikat, Tebang Pilih pelaksanaan Hukum oleh KPK, Pemeriksaan saksi KPK
diresort mewah, dan semua tulisan kejahatan jabatan KPK. Hanya koran-koran
pinggiran yang memuat berita tersebut.
Berita itu lolos dari pemberitaan anda karena memang anda jurnalis partisan
yang selalu membela KPK. Ironisnya buku buku saya itu ada di Perpustakaan Hukum
Universitas Leiden di Belanda, Monash University di Australia, bahkan di
perpustakaan kepresidenan di Gedung Putih Amerika. (Catatan.
Kedutaan Besar Amerika di Jakarta pernah meminta buku buku saya untuk
perpustakaan di Amerika, di bagian Pusat penelitian pelaksanaan Hukum di kawasan
Asia). Ketika saya menangani Kasus Pak Presiden Soeharto, berita saya disertai
foto saya bahkan dimuat di majalah Time.
Penggiringan opini anda terhadap para
koruptor yang tidak layak dibebaskan adalah bagian dari pembunuhan karakter
tanpa batas, tanpa henti-hentinya kepada kami. Putusan MK nomor 33 tahun 2016 bahkan
membatasi Kekuasaan KPK, hanya sampai pada Putusan in kracht. Selanjutnya tugas pengayoman pada diri kami berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM, bukan di bawah
Mata Najwa.
Saudara sebagai seorang Sarjana Hukum
pasti tahu bahwa dunia mengakui arti “Equality before the Law. All men are
created equal.” Begitu lah bagian Deklarasi Kemerdekaan Amerika tahun 1776 oleh
Thomas Jefferson pada awal Revolusi Amerika.
Liberate, Egalite, Fraternite dikenal
oleh Piagam Perancis 27 Agustus 1789. Paham Eqalite didasarkan pada hasil para
pemikir/filsuf seperti Montesquieu, Voltaire, Jean Jacques Rousseau yang melahirkan
Revolusi Perancis 1789. Revolusi itu menumbangkan kekuasaan monarki raja yang
absolut. Sejak saat itu Egalite adalah azas bagi persamaan di depan Hukum yang berlaku
bagi setiap manusia, termasuk bagi kami
para warga binaan. Egalite juga bagian yang paling mendasar bagi Hak Asasi
Manusia.
Undang Undang Pemasyarakatan, UU nomor
12/1995 dasar pertimbangannya adalah Pancasila dan UU Dasar 1945. Atas Dasar
salah satu azas falsafah Hukum Pancasila, UU Pemasyarakatan membina para warga
binaan berdasarkan pengayoman bagi para warga binaan atas dasar persamaan
perlakuan. Pancasila dengan sila peri kemanusiaan yang adil dan beradab
mengharuskan pengayoman terhadap para warga binaan diperlakukan sebagai manusia
bermartabat dan berkeadilan. Persamaan hak di depan Hukum menempatkan kami para
warga binaan mempunyai hak yang sama dengan warga binaan lain yang sekarang dibebaskan.
Peraturan Menteri Kehakiman Dunia pun ramai-ramai membebaskan dan mengampuni
para tahanan menghadapi pandemik Corona.
Diskriminasi dilarang baik secara Konstitusi
maupun mengikuti kovenan-kovenan International, sebut saja misalnya Mandela Rule,
Paris Convention mengenai Declaration of Human Right 1948, International
Convention on Civil and Political Right (ICCPR) yang kita ratifikasI melalui
Undang-Undang nomor 12 tahun 2005 . Bukankah Pancasila adalah falsafah yang
menempatkan manusia Indonesia sebagai manusia yang beradab, dan karena itu pembinaan bukan dilakukan secara biadab
sehingga Mata Najwa harus menggiring opini rakyat untuk tidak membebaskan kami,
karena kami dianggap sampah masyarakat yang membahayakan masyarakat? Semoga anda tahu
bahwa korupsi bukan Extraordinary Crime yang harus dibawa ke International
Criminal Court di Hague. Istilah yang
tepat adalah Transnational Organized Crime. Kami pun mempunyai hak diperlakukan
secara berkeadilan tanpa diskriminasi. Bukankah Pancasila berada diatas
kovenan-kovenan universal yang diakui PBB?
Undang Undang Pokok Pers mengedepankan bagi
setiap journalis untuk mengimplikasikan prinsip cover both side. Bukan dengan
cara-cara penggiringan opini, mengatasnamakan rakyat. Rakyat belum tentu
mengerti apa arti equality before the law yang harus juga diterapkan bagi kami
ini yang diberi label sebagai koruptor kakap. Saya dicap koruptor kakap, tanpa bukti satu
sen pun saya merampok uang negara. Saya bukan OTT yang ketangkap basah memberi
uang 5000 dollar singapura kepada Hakim Tripeni. Saya divonis tanpa bukti uang
suap.
Penggiringan opini oleh anda bisa
menimbulkan dampak dilakukannya Upaya Hukum oleh para warga binaan yang merasa tercemar
oleh anda terhadap diri anda. Saya yakin
kalau anda dilaporkan ke polisi atas dasar sangkaan merusak nama baik, anda jangan berlindung di bawah
kebebasan Pers seorang jurnalis. Atau menggiring lagi opini publik bahwa anda
telah disandera dirampas hak kebebasan pers anda. Benar para jurnalis punya hak
kebebasan, tetapi bagi jurnalis juga berlaku apa yang dikatakan Lord Acton
bahwa Power Tend to Corrupt. Karena itu kekuasaan harus dibatasi. Kebebasan
Pers pun punya rambu-rambu keterbatasan.
Saya doakan semoga satu saat bukan
keluarga anda yang terjaring pidana, sehingga menempati dan memperoleh predikat
warga binaan. Baru disaat itu, anda merasa betapa sakitnya para warga binaan,
divonis tanpa akhir. Betapa juga hak-hak kami dirampas mengabaikan Hak Asasi
Manusia, mengabaikan Asas Perlakuan Persamaan di depan hukum. Warga binaan pun
bukan binaan yang harus diberitakan negatif sepanjang masa.
Surat ini dibuat oleh saya Otto Cornelis
Kaligis. Warga binaan yang pernah
saudara beritakan secara menjurus, ketika saudara tanpa wewenang penyelidikan
pro justitia mampir di kamar saya di Lapas Sukamiskin. Peristiwa itu saudara beritakan dengan berita sensitif terhadap diri
saya yang juga dikopi oleh medsos lainnya. Asal anda tahu bahwa iPad yang
saudara rekam dikamar saya sudah saya pakai di tahanan Guntur, diketahui KPK,
tidak disita KPK, saya gunakan dalam kapasitas saya sebagai penulis. Untuk
Pemakaian iPad saya, saya telah memberitahukan hal itu kepada hakim yang
memeriksa saya di Pengadilan. Dengan berita Anda, saya sebagai seorang penulis dengan
adanya gadget saya itu seolah-olah saya menikmati hidup nyaman di Lapas. Semoga
anda yang arogan, cukup rendah hati untuk mendengar kritikan saya ini terhadap
saudara.
Hormat saya,
Otto Cornelis Kaligis. Warga binaan
tanpa remisi.
Cc. Dewan Pers sebagai Laporan. ***Armen Fosters
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !