Jakarta, Info Breaking News –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah menggodok pedoman penuntutan
tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan sejalan dengan upaya Mahkamah Agung
(MA) yang juga sedang dalam proses finalisasi pedoman putusan kasus korupsi
bagi para hakim di pengadilan dengan tujuan mengurangi disparitas hukuman bagi
para pelaku tindak pidana korupsi.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan
problem terkait disparitas tuntutan masih menjadi problematika tersendiri di
badan peradilan hukum Indonesia, terutama dalam penanganan perkara. Disparitas
disini merujuk pada ketidaksetaraan hukuman antara kejahatan yang serupa (similar
offences) dalam kondisi atau situasi serupa (comparable circumstances).
Dalam penanganan perkara
pidana, pemidanaan merupakan produk akhir yang berbentuk putusan atau vonis yang
dijatuhkan oleh hakim. Namun, sebelum putusan dijatuhkan, maka akan ada tuntutan
pidana yang lebih dulu akan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dari tuntutan
pidana itulah, hakim selanjutnya akan mempertimbangkan segala sesuatunya
sebelum menjatuhkan putusannya.
“Dengan demikian tuntutan
penuntut umum sangat penting dalam kaitannya dengan putusan suatu perkara
pidana. Penting bukan hanya berkenaan dengan terbukti atau tidaknya suatu
perkara, namun juga berkaitan erat dengan pertimbangan berat ringannya pidana
yang akan dijatuhkan oleh hakim,” ujarnya.
Hubungan erat antara tuntutan
pidana dengan putusan hakim mendorong KPK untuk membuat standarisasi tuntutan
pidana yang nantinya akan tertuang dalam Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak
Pidana Korupsi.
Pedoman ini menjadi dasar pertanggungjawaban Penuntut Umum dalam menentukan berat ringannya tuntutan
pidana, baik kepada pribadi, masyarakat, terdakwa maupun kepada Tuhan.
Menurut Ali pedoman tuntutan
pidana bukan upaya untuk mengkalkulasi keadilan secara matematika, tetapi
sebagai upaya mencari dasar-dasar rasionalitas dalam penuntutan. Pedoman ini diharapkan bakal mengurangi beban bagi Penuntut Umum dalam upaya mencari dasar pijakan dalam
menentukan tuntutan pidana yang adil antara rentang minimum khusus dan maksimum
khusus yang berlaku dalam kebijakan legislatif sekarang ini.
Sebelum menyusun pedoman, KPK
menjelaskan pihaknya terlebih dahulu telah melakukan sejumlah riset atau penelitian
terhadap tuntutan pidana perkara-perkara yang selama ini mereka tangani. Riset
tersebut krusial dilakukan mengingat ini merupakan bentuk pertanggungjawaban
keilmuan dan merupakan bentuk penghargaan atas karya-karya tuntutan pidana oleh
Penuntut Umum KPK sebelumnya.
Tak hanya riset, Ali
melanjutkan, KPK juga rutin berkoordinasi dan menjalin komunikasi dengan
Kejaksaan Agung maupun MA yang juga secara bersamaan sedang merumuskan rancangan
pedoman pemidanaan Tipikor. Ali menilai hal ini dilakukan agar tercipta sinergi
antara aparat penegak hukum yang satu dengan yang lain. *** Emil F Simatupang.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !