Headlines News :
Home » » Prof Romli : Kepastian Hukum Terhadap Perempuan Yang Dilecehkan Harus Jelas

Prof Romli : Kepastian Hukum Terhadap Perempuan Yang Dilecehkan Harus Jelas

Written By Info Breaking News on Minggu, 26 Desember 2021 | 09.43

Prof. Romli

J
akarta, Info Breaking News - Persoalan krusial didaktik metode pendidikan yang belakangan ini merebak pro dan kontra Permendikbud 30 tahun 2021 yang bertujuan mencegah, melindungi kaum wanita di lingkungan kampus perguruan tinggi dari perlakuan lawan jenis yang melanggar nilai moral, agama, dan juga hukum yang berlaku. Namun pakar hukum pidana Prof Romli Amtasasmita menilai semangat tersebut rusak hanya gara-gara 3 kata yaitu 'dengan persetujuan perempuan'.

"Maksud baik pemerintah khusus Kemendikud telah dinodai oleh penyusun peraturan tersebut dengan memasukkan frasa 'dengan persetujuan perempuan', objek yang seharusnya terlindungi peraturan tersebut," kata Prof Romli kepada Info Breaking News, akhir pekan menjelang Natal dan tahun baru 2021 ini.

"Dimasukkannya frasa tersebut terlepas dari niat baik atau tidak, tetap patut disesalkan karena frasa tersebut yang semula memberikan kepastian akan jaminan perlindungan kaum perempuan dan orang tuanya menjadi kontra produktif," sambung Prof Romli menegaskan.

Berikut contoh isi pasal 5 yang dimaksud:

1. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
2. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
3. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
4. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;

Menurut guru besar Universitas Padjadjaran, Bandung itu, frasa tersebut justru menimbulkan pertanyaan masyarakat khususnya para orang tua. Yaitu apakah Permendikbud tersebut hendak menciptakan kampus merdeka berseks bebas.

"Secara keseluruhan substansi Permendikbud tersebut dari aspek tujuan dan perlindungan kaum perempuan di kampus sangat baik akan tetapi adanya frasa tersebut (Pasal 5 ...) menghilangkan makna dari kebaikan Permendikbud tersebut," kata Prof Romli menegaskan.

Di sisi lain kebijakan kampus merdeka termasuk dalam hal tata kelola administrasi akademik, juga pimpinan perguruan tinggi harus memusatkan perhatian terhadap kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan kampus yang tidak mungkin terjangkau khusus menjaga dari pengawasan PPKS.

"Frasa 'dengan persetujuan' yang didahului frasa 'dengan sengaja' telah menimbulkan ketidakpastian hukum dari Permendikbud 30 dalam upaya pemerintah mencapai tujuan Permendikbud 30," jelas Romli.

Dalam konteks silang pendapat mengenai Permendikbud 30, terdapat tiga aspek yang memerlukan kajian bersama civitas academia. Yaitu pertama, aspek historis- sosiologis dan budaya masyarakat sejak tahun 1950-an sampai saat ini. Kedua, aspek hukum dan Ketiga aspek penegakkan Permendikbud 30 tersebut.

"Aspek historis-sosiologis menunjukkan bahwa kehidupan kampus di Indonesia masuh terikat oleh adat istiadat dan budaya masyarakat dan keluarga di luar kehidupan kampus; dalam hal ini karakteristik dan budaya masyarakat Indonesia yang bersumber pada adat istadat dan karakter masyarakat timur pada umumnya seperti kehidupan beragama yang masif, kekerabatan dan memupuk kesopanan dan kepantasan berperilaku," tutur Romli, sang pakar yang membidani UU Korupsi ini. *** Emil Simatupang.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved