Headlines News :
Home » » Sidang Praperadilan Kasur INOAC Tersulut Emosi

Sidang Praperadilan Kasur INOAC Tersulut Emosi

Written By Info Breaking News on Sabtu, 25 Desember 2021 | 11.47

 


Suasana sidang praperadilan tersangka kasus kasur INOAC di Pengadilan Negeri Tangerang, Kamis, 23 Desember 2021.(BantenHits.com/ Darussalam Jagad Syahdana)

Tangerang, Info Breaking News – Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Kamis, 22 Desember 2021, kembali menggelar sidang praperadilan yang dimohonkan Thomas Susanto dan Meriani sebagai tersangka kasus kasur dan bantal mereka INOAC.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli pidana ini tiba-tiba berubah menegangkan setelah pengacara, saksi ahli dan Bidang Hukum Polda Banten yang jadi termohon dalam gugatan itu terlibat saling bentak.

Majelis Hakim PN Tangerang, Emy Tjahjani Widiastoeti, SH, M Hum yang menjadi hakim tunggal yang memeriksa perkara tersebut, berkali-kali harus mengetukkan palu dan meminta para pihak bisa menahan diri.

“Kami mohon semua pihak harus bisa menjaga emosi. Ini agendanya pemeriksaan saksi ahli. Jika tidak setuju tuliskan dalam kesimpulan,” kata Emy.

Setelah saling bentak mereda, saksi ahli Dr. Dwi Seno Widjanarko, SH, MH dari Universitas Bhayangkara Jaya bahkan meminta Bidkum Polda Banten menghargai profesi dirinya sebagai dosen yang hadir sebagai ahli di persidangan.

“Saudara AKBP, Bidkum tolong hargai profesi saya selaku dosen. Saya jawab normatif sesuai keahlian saya,” kata ahli

Delik Aduan

Pantauan wartawan BantenHits.com, Hendra Wibisana, aksi saling bentak bermula ketika Bidang Hukum Polda Banten, meminta saksi ahli Dr. Dwi Seno Widjanarko, SH, MH dari Universitas Bhayangkara Jaya menjelaskan soal definisi dan jenis-jenis delik aduan dalam pidana.

Soal delik aduan menjadi kunci dalam sidang ini, karena sebelumnya pengacara pemohon praperadilan dari LQ Indonesia Law Firm mendalilkan, dalam perkara delik aduan harus pihak yang merasa dirugikan langsung yang menjadi pelapor.

Mereka mencontohkan yang dilakukan SBY saat menjabat presiden dan juga KSP Moeldoko, di mana mereka langsung menjadi pelapor dan tidak menguasakan ke pengacara.

Diketahui pada tanggal 5 Februari 2018, Presiden Rl ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah datang langsung ke Bareskrim Polri untuk melaporkan terkait adanya fitnah dan pencemaran nama baik atas dirinya sebagaimana Pasal 27 UU lTE.

Begitu juga pada 10 September 2021, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko juga melakukan hal yang sama saat

melaporkan dua peneliti ICW terkait adanya fitnah dan pencemaran nama baik atas

dirinya sebagaimana Pasal 27 UU lTE. Moeldoko saat itu langsung datang ke kepolisian.

Sementara dalam kasus penetapan tersangka Thomas Susanto dan Meriani, diketahui pelapornya adalah Radius Simamora, SH. Laporan Radius dituangkan dalam Nomor: LP/1324/K/XI/2020/Resta Tng tanggal 16 Nopember 2020.

Hasil penelusuran LQ Indonesia Law Firm, berdasarkan company profile yang terdapat di Dirjen AHU PT INOAC POLYTECHNO terdaftar dalam Akta perubahan Notaris Nomor 84 tanggal 15 Agustus 2019 oleh Notaris Hannywati Gunawan, SH di Jakarta.

Data tersebut menyebutkan secara jelas susunan pemegang saham, susunan direksi, hingga susunan Komisaris PT INOAC POLYTECHNO.

Karena Nama Radius Simamora, SH sebagai pelapor tidak tercantum dalam susunan pengurus PT INOAC, pengacara menyebut Radius sebagai pelapor bukan orang yang memiliki kepentingan atau legal standing sebagaimana yang dimaksud dalam delik aduan karena bukanlah korban dan pihak yang dirugikan.

Penetapan Tersangka Cacat

Dalam persidangan, saksi ahli Dr Dwi Seno Widjanarko, SH, MH mengatakan, proses penegakan hukum (due process of law) yang melawan hukum acara pidana akan menyebabkan penetapan tersangka cacat hukum pula.

“Karena penetapan tersangka, adalah kesatuan dari “due process of law” dengan proses penyidikan. KUHAP dibuat untuk menegakkan HAM dan Hak Konstitusional Warga negara di mana diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 mengenai kepastian hukum yang adil,” terang Seno.

“Sehingga dalam penegakan hukum ada hukum acara pidana yang wajib dilakukan oleh penyidik tanpa melanggar HAM,” sambungnya.

Saksi ahli juga menegaskan, penyidik wajib menegakkan hukum sesuai Hukum Acara Pidana.

“Kata wajib berarti, tidak boleh tidak. Sanksinya apabila tidak melakukan sesuai Hukum Acara Pidana diatur di Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan,” terangnya.

Sidang praperadilan pidana akan kembali dilanjutkan Jumat, 24 Desember 2021 dengan agenda mendengarkan kesimpulan para pihak. Sesuai agenda, sidang ini akan diputuskan pada Senin, 27 Desember 2021. *** Armen / MIL

\

Mil.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved