Headlines News :
Home » » Garuda, Erick dan Penggiringan Opini

Garuda, Erick dan Penggiringan Opini

Written By Info Breaking News on Kamis, 13 Januari 2022 | 19.40


JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Izinkan saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, dalam kapasitas saya sebagai arbiter pasar modal, advokat, praktisi dan akademisi untuk berbagi pengetahuan saya dalam bidang hukum terkait kasus Garuda.

Melalui media saya menyaksikan bagaimana Menteri BUMN Erick Thohir memberi pernyataan layaknya seorang hakim, yang menggiring opini publik dengan menyamakan kasus Garuda sejajar dengan kasus mega korupsi Jiwasraya maupun Asabri.


Semua yang melihat tayangan tersebut serta merta menghukum para direksi Garuda untuk penyelidikan yang sedang berlangsung di Kejaksaan Agung.


Sebelumnya kasus Garuda pernah ditangani oleh KPK. Mungkin karena kurang bukti, akhirnya KPK tak melanjutkan kasus itu. Mungkin pula karena hubungan bisnis antara lessor dengan lessee dikuasai oleh forum arbitrase di London, dimana pihak Dirut Garuda sama sekali bukan pihak dalam perikatan bisnis tersebut.


Di era Emirsyah Satar pada tahun 2014, utang Garuda berjumlah sekitar Rp 29 triliun. Semenjak ditinggal Emirsyah, di tahun 2020 utangnya makin melambung hingga sekitar Rp 170 triliun. Data ini mudah saya peroleh mengingat Garuda berstatus Tbk.


Lantas, bagaimana tanggung jawab para direksi baru selepas era Dirut Emirsyah Satar?


Fakta hukum ini saya pertanyakan karena di media, saya melihat penggiringan pendapat, seolah-olah yang menjadi kambing hitam hanya saudara Emirsyah. Padahal kasusnya masih dalam tahap penyelidikan.


Selaku arbiter pasar modal, saya menganalisa akibat utang yang menanjak tajam pasti seandainya Garuda digugat pailit oleh pihak kreditur, saudara Erick Thohir menjadi pihak termohon bukan saudara Emirsyah Satar. Belum lagi bila pihak Indonesia yang diwakili oleh Erick turut digugat oleh lessor di Arbitrase di London, dimana saudara Emirsyah Satar sama sekali bukan pihak dalam perjanjian bisnis tersebut.


Selanjutnya, konon atas laporan Erick Thohir, kejaksaan mulai aktif melakukan “penyelidikan”.


Pernyataan Erick di media saya yakini menjadi angin segar Kejaksaan Agung untuk segera meningkatkan penyelidikan ke tingkat penyidikan, walaupun kasus ini sebenarnya kasus perjanjian bisnis.


Sebagai dasar hukum, mari menilik hukum perseroan terbatas undang-undang nomor 40 tahun 2007. Perseroan terdiri dari pemegang saham, direksi dan komisaris. Setelah disahkan oleh Departemen Hukum dan HAM, PT tersebut menjadi perseroan, subyek hukum yang bisa melakukan perikatan perdata berdasarkan buku ke III Kitab Undang-undang Hukum Perdata.


Direksi mewakili perseroan dalam hal pengurusan. Sedangkan untuk tindakan kepemilikan, harus mendapat persetujuan dari komisaris. 


Kekuasaan tertinggi ada di tangan rapat umum para pemegang saham bukan di tangan Erick Thohir. Direksi mewakili perseroan dalam hal pengurusan dan apabila menyangkut tindakan kepemilikan, maka tanggung jawab ada di tangan para komisaris.


Penyelidikan di kejaksaan kini berhubungan dengan rencana bisnis pengoperasian pesawat ATR. Mengenai rencana armada propeller Garuda Indonesia, saya yakin direksi sudah punya agenda business plan.


Tentu rencana tersebut dibuat oleh semua perusahaan penerbangan sebelum wabah corona melanda dunia. Wabah yang terjadi sama sekali diluar perhitungan para pengusaha penerbangan. 


Saya menyimpulkan, bisnis pengoperasian pesawat ATR oleh Garuda tentu telah melewati proses negosiasi para pihak terkait. Yang jadi pertanyaan, siapa saja pihak dalam rencana bisnis tersebut? Apakah dalam preliminary agreement, salah satu pihaknya Garuda atau bukan?


Bagaimana kalau jajaran direksi Garuda, yang mewakili PT. Garuda Indonesia Tbk dalam hal pengurusan, telah  memperoleh persetujuan para komisaris untuk mengoperasikan pesawat turbo propeller? Mengapa setelah adanya persetujuan para komisaris, justru yang menjadi sasaran tembak Erick Thohir adalah Dirut Emirsyah Satar? Padahal biasanya menurut pengalaman saya, yang seharusnya ikut disebut adalah para direksi lainnya yang turut terlibat sebagai pihak yang menandatangani.


Pernyataan Erick Thohir jelas menggiring opini untuk mengkriminalisasi Emir sebagai tersangka tunggal untuk kasus perdata ini. Padahal boleh saja para komisaris yang memberi persetujuan, juga bisa terjaring tindak pidana, melalui dakwaan “penyertaan,”.  Ini terjadi kalau seandainya perkara perdata ini memang serius dijadikan perkara pidana sesuai kehendak Erick Thohir.


Pokoknya dalam kasus Garuda, seharusnya berlaku azas praduga tak bersalah.


Menurut saya, masyarakat juga perlu mengetahui perbandingan kemajuan Garuda di era kepemimipinan Emirsyah dan sesudahnya. Ada dua kemungkinan: utang Garuda makin menumpuk atau berkurang? Kalau ternyata setelah kepemimpinan saudara Emir utang Garuda makin bertambah, berarti tidak ada justifikasi untuk menetapkan bahwa direksi sebelumnya telah merugikan negara.


Saya juga membaca isu bahwa terdapat indikasi korupsi dalam proses pengadaan pesawat ATR 72-600 dan dalam proses leasingnya. Lalu apa benar untuk proses tersebut para komisaris Garuda tak mengetahuinya? Atau mungkin dalam proses pengadaan direksi sama sekali juga tidak terlibat? Lalu bagaimana peranan ahli hukum Garuda yang mempunyai tugas menelaah atau mereview perjanjian bisnis itu, kalau memang melibatkan jajaran direksi Garuda?


Dengan deklarasi Erick Thorhir di media, saya yakin saham Garuda di bursa menurun drastis dan merugikan para pemegang saham Tbk lainnya. Bahkan Garuda terancam “delisting” di bursa atau sahamnya dihapus atau disuspend. 


Seandainya ada perusahaan penyelamat, pasti saham Garuda dijual dengan sangat murah. Siapa saja bisa menjadi pembeli, termasuk saudara CT yang punya kepentingan untuk mem-blow-up rekayasa kasus korupsi di masa lalu. Kasus yang penyidikannya tidak dilanjutkan KPK karena minim bukti. Pernyataan CT di bursa bersamaan waktunya dengan laporan Erick Thohir ke Jaksa Agung.


Semoga uraian saya ini berguna bagi media untuk investigasi berita selanjutnya secara imbang, tanpa melanggar azas praduga tak bersalah.


Hormat saya dari Lapas Kelas Satu Sukamiskin Bandung. 


(Editor: Jeremy Foster)


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved