Rumah Tinggal Alm Wiyanto Halim
JAKARTA, iNFO BREAKING NEWS - Nurani publik terusik ketika mengetahui seorang pria lanjut usia tewas dikeroyok segerombolan orang muda. Pria malang itu adalah Wiyanto Halim. Usianya 89.
Nyaris 90 tahun adalah usia yang cukup renta untuk berkelahi satu lawan satu. Pada kenyataannya, Wiyanto malah dikeroyok oleh lebih dari lima orang muda setelah sebelumnya diteriaki “maling”. Kasusnya masih menyisakan teka-teki.
Wiyanto dalam kasus ini tentu bukan maling. Ia adalah sosok yang berkecukupan. Bapak dua anak ini tinggal di kawasan elite di Kalibata, Jaksel.
“Masih mudanya beliau pengusaha, ada perusahaannya di Jakarta dan di Singapura," kata kuasa hukum keluarga Wiyanto, Freddy Yoanes Patty.
Berdasarkan kronologi yang dihimpun aparat kepolisian, Wiyanto diteriaki “maling” gara-gara menyenggol pengendara motor di Jalan Cipinang Muara, Pulogadung, Jaktim.
Pemotor berinisial JI (23) yang kesal tersenggol, mengejar Wiyanto sambil berteriak-teriak “maling”.
Teriakan provokatif JI tersebut mengundang pemotor lain ikut mengejar.
Proses pengejaran direkam oleh salah seorang dari rombongan pemotor yang kemudian diunggah di media sosial.
Netizen, ketika itu, mungkin sama sekali tidak menduga bahwa si pengemudi yang diteriaki “maling” adalah seorang yang sudah uzur. Dan yang penting ia bukan maling.
Dalam tayangan tersebut, mobil Toyota Rush B 1859 SYL yang dikemudikan Wiyanto melaju di keremangan malam disertai suara gaduh teriakan para pengejarnya. Pemotor juga sempat menggedor-gedor mobil.
Di tengah pengejaran terlihat sebuah mobil patroli kepolisian turut bergabung. Kemudian terdengar bunyi dan terlihat nyala seperti tembakan yang berasal dari mobil polisi.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan, letusan tersebut adalah tembakan gas air mata.
Entah karena tembakan tadi atau karena ada polisi yang bakal melindungi, pria tua yang sudah menggunakan alat bantu dengar ini kemudian menghentikan mobil. Tepatnya di Jalan Pulokambing, kawasan PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Namun di situ Wiyanto malah “dieksekusi”. Keputusannya menghentikan mobil justru membawa maut. Ia ditarik keluar secara paksa dari mobil, kemudian dikeroyok.
"Semua langkah yang dilakukan anggota polisi di lapangan ini sudah sesuai dengan SOP (standard operating procedure) ya. Untuk mencoba menghentikan laju kendaraan korban dengan memberikan peringatan, imbauan, dan alat suara yang ada di kendaraan mobil patroli," kata Zulpan di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (25/1/2022).
Sulit membayangkan ada orang begitu tega menggeret paksa seorang yang sudah renta dan kemudian mengeroyoknya.
Mungkin bius teriakan “maling” membuat para pengeroyok gelap mata. Mereka bertindak main hakim sendiri tanpa mengecek kebenaran klaim “maling”.
Uniknya, mobil korban turut dirusak. Dalam banyak kejadian, pengejaran pencuri mobil atau motor oleh warga berakhir dengan pengeroyokan terhadap si maling, bukan berujung pada perusakan kendaraan.
Kemarahan para pengejar biasanya dilampiaskan hanya kepada si maling, bukan pada kendaraan yang dicuri.
Namun pada kejadian Sabtu tengah malam hingga Minggu (23/1/2022) dini hari itu, mobil yang dikendarai Wiyanto juga sengaja dirusak. Buktinya, ada yang sampai naik ke kap mobil dan menginjak-injak kaca depan hingga melesak.
Sialnya, polisi tidak mampu mencegah tindakan brutal para pengeroyok meski menurut Zulpan polisi sempat melerai.
Tidak jelas, apakah personel polisi bermobil tersebut merupakan bagian dari patroli aparat yang baru saja diresmikan Kapolri atau bukan.
Seperti diberitakan, pada 13 Januari 2022 lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meresmikan Tim Patroli Perintis Presisi. Tim ini dilengkapi dengan kemampuan khusus, di antaranya kemampuan mengendarai kendaraan di medan sulit, hingga menembak.
Dengan begitu, kata Kapolri, anggota dapat mengantisipasi setiap gangguan keamanan serta ketertiban masyarakat.
Dalam insiden yang menimpa Wiyanto ini aparat kepolisian mampu memberikan tembakan gas air mata namun akhirnya hanya bisa membawa Wiyanto ke RSCM. Seperti diketahui, Wiyanto akhirnya meninggal.
"Kepalanya robek, mukanya penyok gitu, tulang belakang ancur, dadanya mungkin ancur juga, kupingnya bengkak ada pendarahan ya sampai segitunya," kata Bryna Halim, putri almarhum menggambarkan keadaan sang ayah.
Publik barangkali terusik oleh raibnya rasa perikemanusiaan, tindakan main hakim para pengeroyok, atau ketidakberdayaan aparat. Apa yang dirasakan keluarga almarhum lebih dari itu.
Bryna Halim dan Virsha, anak korban, didampingi kuasa hukum, Freddy Y Patty, Davey Oktavianus Patty, dan Roslina Siahaan, sengaja menggelar jumpa pers di Rumah Duka Grand Heaven Pluit, Jakarta, Senin (24/01/22).
"Papa saya meninggal tidak wajar, saya minta keadilan untuk papa saya. Jadi mohon banget wartawan blow up ke media, saya minta pemerintah untuk usut tuntas kasus papa saya," kata Bryna.
Bukan hanya itu. Pihak keluarga, melalui kuasa hukum almarhum, ternyata mencurigai kemungkinan adanya rencana jahat menghabisi Wiyanto Halim. Keluarga berpikir bahwa pengeroyokan tersebut tidak terjadi secara spontan, melainkan ada rekayasa.
Freddy menyebut, ada orang yang bertugas sebagai provokator, ada yang bertugas merekam dan menyebarkannya di media sosial membuat opini bahwa kematian almarhum karena amuk massa.
"Ada orang yang mengendarai motor paling belakang, yang bertugas mengajak orang-orang yang nongkrong di pinggir jalan untuk ikut mengejar mobil yang dikendarai almarhum," kata Freddy.
Apalagi, tiga hari sebelum meninggal almarhum mendapat ancaman pembunuhan.
Menurut Davey, Wiyanto mendapat ancaman akan dibunuh. Sayang, almarhum waktu itu tidak menyebutkan siapa yang mengancam dan kenapa diancam.
Wiyanto, kata Davey, tidak terlihat takut karena sudah biasa mendapatkan ancaman.
"Iya, dulu pernah orang nyuruh orang ngehabisin dia. Tetapi, yang mau bunuh ini ternyata kenal dia, ya sudah nggak jadi," ucap Davey tanpa memerinci lebih jauh masalah apa yang memicu ancaman itu.
Siapa Wiyanto sehingga ada orang yang melontarkan ancaman pembunuhan?
Pihak keluarga maupun kuasa hukum menyatakan almarhum tidak punya musuh personal. Namun diakui, semasa hidup almarhum berkutat dengan masalah sengketa tanah.
Dalam salah satu perkara di PN Tangerang pada 2013-2014, Wiyanto menggugat sejumlah pihak.
Ia meminta pengadilan mengesahkan kepemilikan tanah seluas 16.509 m2 di Kelurahan Benda, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, atas namanya.
Dalam petitum, pihaknya juga meminta pengadilan menghukum beberapa tergugat membayar ganti kerugian yang tidak sedikit, yakni Rp 220 miliar.
Gugatannya dikabulkan sebagian, yakni soal hak kepemilikan. Namun demikian ia kalah di tingkat banding.
Wiyanto tak berputus asa. Ia mengajukan kasasi pada 2015 dan menang. Namun pada 2017 ia kalah di tingkat PK.
Pada 2021 giliran Wiyanto bersama 11 orang lainnya menjadi tergugat terkait masalah kepemilikan tanah.
Pengadilan menghukum para tergugat secara tanggung renteng, termasuk dirinya, untuk mengembalikan pembayaran uang ganti rugi JORR II Ruas Cengkareng-Batuceper-Kunciran sebesar Rp 8,7 miliar.
Itu tadi dua di antara beberapa perkara yang tercatat di PN Tangerang.
“Sejak 1978 sampai hari ini almarhum punya tanah di Tangerang dan sampai saat ini masih proses persidangan," kata Freddy Yoanes Patty.
Tidak sulit menemukan jejak digital di dunia maya mengenai Wiyanto dan perkara gugat-menggugat soal tanah ini. Ada pemberitaan yang positif mengenai sepak terjangnya namun ada juga yang sebaliknya.
Freddy mengaku tidak ingin berasumsi bahwa pengeroyokan yang terjadi pada kliennya berkaitan dengan kasus sengketa tanah.*** Armen
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !