SURABAYA, INFO BREAKING NEWS - Hakim agung Amran Suadi meraih gelar Profesor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Dalam orasi ilmiahnya, ia berharap PNS yang tidak memenuhi hak anak dan mantan istri agar dipotong gajinya.
Amran Suadi menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Peradilan Agama Islam. "Perempuan dan anak secara fisik dipandang sebagai entitas yang termasuk kelompok rentan dan sering menghadapi proses domestifikasi oleh sistem budaya patriarkat. Kondisi ini rentan membuat perempuan dan anak menjadi objek kekerasan dan terabaikan hak-hak dasarnya secara manusiawi," kata Amran Suadi.
Hal itu disampaikan saat membacakan orasi ilmiah pengukuhan guru besar di UIN Sunan Ampel, Senin (14/3/2022). Hadir dalam acara itu Ketua MA dan pimpinan MA.
"Perempuan dan anak dalam perkara hukum keluarga sering kali menjadi pihak inferior dibanding laki-laki. Tidak sedikit perempuan mengajukan perceraian dikarenakan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) dari suaminya, baik yang berwujud kekerasan fisik, psikis, verbal, seksual ataupun kekerasan ekonomi," ujar Amran Suadi.
Salah satu isu tentang perlindungan perempuan dan anak di pengadilan adalah persoalan efektifitas pelaksanaan putusan hakim mengenai hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian. Pengalaman Amran Suadi selama 36 tahun sebagai hakim, persoalan pelaksanaan putusan masih menjadi pekerjaan rumah yang menuntut perhatian besar, mengingat sistem pelaksanaan putusan perkara akibat cerai relatif masih lemah.
"Proses eksekusi terkadang menuntut biaya tinggi dan tidak sepadan dengan nominal putusan yang hendak di eksekusi. Di mana besarnya nafkah yang diberikan suami kepada istri dan anak, seringkali tidak sebanding dengan besaran biaya eksekusi," ucap Amran Suadi.
Akibatnya, putusan-putusan pengadilan dipandang layaknya sekedar 'macan kertas' yang hanya berwibawa pada tulisan tapi lemah dalam pelaksanaan. Masih terdapat sejumlah laporan masuk ke pengadilan agama tentang kelalaian mantan suami menjalankan kewajiban membayar nafkah iddah, mut'ah, dan madhiyah pascabercerai.
"Berangkat dari kegelisahan tersebutlah, saya berpandangan bahwa untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak selain dilakukan dengan substansi hukum, struktur hukum," beber Amran Suadi.
Sebagi solusi, kata Amran Suadi, perlunya membangun interkoneksi sistem dengan lembaga-lembaga di luar lembaga yudikatif meliputi eksekutif dan pihak swasta merupakan ikhtiar untuk menjadikan putusan-putusan Pengadilan Agama dalam hal pemenuhan dan jaminan hak-hak perempuan dan anak, dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat.
"Adanya intervensi lembaga-lembaga di luar yudikatif akan memudahkan dan menjadi daya paksa tersendiri bagi pelaksanaan putusan pengadilan terkait hak-hak perempuan dan anak," beber Amran Suadi, yang menjadi hakim agung sejak 2011.
Oleh sebab itu, Amran Suadi mengusulkan langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan dalam mewujudkan interkoneksi sistem dengan cara:
1. membangun database terpadu antara lembaga peradilan dengan Kementerian terkait.
2. membangun koordinasi antara Mahkamah Agung dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian/Lembaga terkait lainnya.
"Pemenuhan hak perempuan dan anak di samping melalui pendekatan pembatasan di atas, dapat dilakukan bagi mantan suami yang berprofesi sebagai ASN, Pegawai BUMN, BUMD maupun pegawai swasta, dengan cara pemotongan gaji. Adapun bagi mantan suami yang tidak memiliki penghasilan karena alasan tertentu menurut hukum, perlu ada mekanisme penjaminan sosial dari Kementerian Sosial ataupun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak," ujar Amran Suadi.*** Emil Simatupang
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !