Headlines News :
Home » » Menanggapi Gugatan Novel Cs Terhadap Jokowi

Menanggapi Gugatan Novel Cs Terhadap Jokowi

Written By Info Breaking News on Senin, 14 Maret 2022 | 15.12


BANDUNG, INFO BREAKING NEWS - Kepada Bapak Presiden Ir. Joko Widodo yang saya hormati, saya Prof. Otto Cornelis Kaligis yang berdomisili hukum sementara di Lapas Sukamiskin, hendak memberikan ulasan hukum mengenai berita yang saya baca dari Media CNN Indonesia dengan judul Alasan Novel Baswedan gugat Jokowi soal TWK ke PTUN. 

Perlu diketahui, saya adalah advokat pertama yang mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara sejak resmi dibuka dan berkantor di Jalan Cikini Raya, Jakarta.


Tiga gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh penguasa, masing-masing di bawah nomor 1, 2 dan 4, yang menjadi bukti sejarah peradilan TUN, yang saya pelopori sebagai advokat pertama yang mempraktikkan acara di peradilan tata usaha tersebut. Bahkan dari hasil pengalaman saya beracara di PTUN, saya membuat beberapa buku beracara di “Peradilan TUN” sebagai bahan pembelajaran bagi para advokat muda.


Secara singkat ketika mengetahui bahwa gugatan TWK baru dimajukan sekarang, saya berkesimpulan bahwa gugatan Novel Baswedan pasti kandas dan kalah di PTUN.


Urusan kalah atau menang di Pengadilan bagi novel bukanlah masalah. Yang penting dia berhasil menggunakan media untuk memberitakan bahwa Novel Baswedan adalah seorang pemberani dalam menegakkan hukum meskipun lawannya sendiri adalah Bapak Presiden.


Dengan adanya berita itu, mungkin masyarakat yang tak tahu hukum seketika lupa bahwa Novel Baswedan adalah trouble maker/pembuat kerusuhan, tidak lebih dari seorang pembunuh yang dilindungi pemerintah, khususnya dalam hal ini Jaksa Agung Republik Indonesia.


Ribut ribut Novel Baswedan selalu tampil jadi berita utama. Salah satunya saat ia disiram air keras. Ia bahkan menuduh adanya “orang besar” di Kepolisian yang mendukung si pelaku, agar kasus tersebut lambat diproses penyidik polisi. Begitu hebatnya berita media atas musibah yang menimpa diri Novel Baswedan, sampai sampai Jokowi mengeluarkan biaya negara untuk menanggung biaya pengobatan Novel di RS berkelas di Singapura. Padahal Rumah Sakit Mata Cicendo di Bandung pun sanggup merawat matanya.


Saya lantas teringat kata-kata almarhum Soeharto yang pantang berobat keluar negeri. “Siapa lagi yang harus menghargai kemampuan dokter dokter Indonesia kalau bukan kita sendiri,” katanya kala itu.


Pengobatan Novel ke Singapura gempar dibahas media. Sampai jurnaslis Nadya dari Metro pun berhasil menyusup ke Rumah Sakit Singapura, tanpa seizin redaksi Metro. Bahkan kunjungan Gubernur Anies Baswedan diliput media, untuk menyatakan kepada publik bahwa aksi Novel sebagai pejuang anti korupsi mendapat dukungan Gubernur. 


Akibat perjuangannya dalam menegakkan keadilan, Novel disiram air keras dan mengalami penderitaan luar biasa.


Di satu pihak biaya pengobatan Novel di Singapura mungkin menelan ongkos miliaran rupiah, sedangkan penguburan Aan, korban penyiksaan Novel Baswedan di Bengkulu, berlangsung sepi tanpa bantuan Novel Baswedan untuk biaya penguburannya. Bahkan seorang korban lainnya, terpaksa membayar biaya rumah sakit untuk mengeluarkan peluru Novel Baswedan yang diam di tubuhnya setelah peristiwa penembakan tersebut.


Gugatan saya melawan Novel Baswedan dan Ombudsman yang melindungi Novel Baswedan, sekalipun ada putusan Pengadilan yang memerintahkan jaksa untuk melimpahkan perkara pembunuhan Novel Baswedan, sepi berita. Bahkan CNN sama sekali tidak berminat akan peristiwa gugatan pembunuhan Novel Baswedan di PN Jakarta Selatan. Padahal banyak wartawan yang mengikuti sidang tersebut.


Ini bukti bahwa Novel menguasai media. Jika ada peristiwa tak menguntungkan bagi Novel Baswedan dan terbukti di Pengadilan, tak satu media pun yang berani meliput.


Selama masih berada di tubuh KPK, Novel kerap melakukan pelanggaran. Masih segar di ingatan saya pada tahun 2018 Novel dkk dengan didukung oleh Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif melakukan perlawanan terhadap Panitia Angket DPR RI yang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap kinerja KPK sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Mengapa KPK mati-matian melawan Hak Angket DPR RI? Mungkin takut ter-expose. Terbukti dari hasil temuan BPK, banyak korupsi terjadi di tubuh KPK. Contohnya bagaimana penyitaan barang bukti, dibuat tanpa adanya berita acara penyitaan barang bukti dari pemiliknya ketika dilakukan operasi tangkap tangan. Penyimpanan barang bukti juga tidak disimpan di rumah Penyimpanan Barang Bukti. Sejumlah penyadapan pun dilakukan tanpa izin.


Plt Komisioner KPK Taufiqurrachman Ruki menjabarkan terdapat 36 tersangka yang dijadikan tersangka tanpa dua alat bukti. Contohnya kasus Miranda Gultom, Ridwan Mukti, Barnabas Suebu, Nur Alam dan lain lain. Direktur Penyidik KPK, Brigjend. Aris Budiman bahkan di depan Pansus Hak Angket DPR, membongkar praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Novel. Bahkan Aris Budiman melaporkan pidana Novel Baswedan, namun miris laporannya berujung dipetieskan oleh penyidik polisi.


Bila Firli Bahuri memang berniat melanjutkan temuan-temuan Panitia Angket DPR RI, pasti akan terbongkar korupsi para pimpinan penyidik KPK yang dikomandoi Novel Baswedan.


Itu sebabnya Novel mati-matian berjuang untuk dapat kembali ke KPK selaku pimpinan kelompok Penyidik “Taliban” dengan maksud bebas menyadap lawan-lawan politik dan bebas melakukan penyidikan tebang pilih. 


Sejak Revisi Undang-undang KPK, Novel Baswedan berhasil menghimpun koalisi  para guru besar di bawah pimpinan Prof. DR. Emil Salim untuk mendukung gugatan Novel Baswedan ke Mahkamah Konstitusi. Tujuannya agar RUU dibatalkan MK. Namun, karena para guru besar sama sekali tidak punya pengalaman beracara di Mahkamah Konstitusi, dukungan mereka berakhir dengan kekalahan KPK-nya Novel Baswedan.


Sejak Firli Bahuri terpilih mengetuai KPK, tak henti hentinya Novel Baswedan melakukan berbagai perlawanan yang masing-masing selalu berhasil diliput media.


Setelah media, Novel memperalat Ombudsman, Lembaga Hak Asasi Manusia bahkan pimpinan gereja. Mengapa Ombudsman? Karena dalam kasus pembunuhan tersangka Aan, Ombudsman melalui secarik surat sakti ke Kejaksaan, berhasil membuat perkara tersebut dipetieskan oleh Jaksa Agung.


Untuk perkara pidana Novel Baswedan, Pengadilan Negeri Bengkulu telah mempersiapkan majelis hakim yang akan mengadili perkaranya. Bahkan Jaksa sendiri yang menyatakan bahwa berkas pidana Novel Baswedan telah lengkap untuk segera diadili.


Numpang tanya pak Kapolri, bagaimana perasaan para penyidik Polisi yang pernah membuat gelar perkara penembakan Novel Baswedan terhadap para tersangka, menimbang sekarang bahwa Novel Baswedan berkantor di Bareskrim?


Pernah di saya baca, seandainya Anies Baswedan berhasil jadi Presiden pasti Novel Baswedan diangkat jadi Jaksa Agung. Bila ini benar terjadi, mungkin yang pertama diseret ke Pengadilan adalah Bapak Presiden Ir. Joko Widodo, lalu yang kedua adalah Ketua Komisioner KPK Bapak Firly Bahuri.


Semoga hasil ramalan saya tidak terbukti, hanya bila Bapak sejak dini tidak memelihara macan di pemerintahan ini.


Demi tegaknya hukum dan keadilan, saya mengimbau agar pemerintah berani mengadili Novel Baswedan. Bila tidak, Novel Baswedan yang selalu mendapat dukungan perlindungan karena banyak menyimpan rahasia korupsi para petinggi di Republik ini, mungkin takkan henti-hentinya bebas melakukan huru hara hukum. 



Hormat saya,



Prof. Otto Cornelis Kaligis.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved