|
Prof. OC. Kaligis bersama malaikat kecilnya Velove |
Jakarta, Info Breaking News - Sebagai renungan dalam menjelang long weekend diakhir November 2022, dinamika hukum yang terus menggeliat seakan tak berhenti seiring derapnya laju pertumbuhan tingkat kriminalitas dan semakin rancunya penenagakan hukum, akibat sejumlah hakim agung yang tertangkap KPK, karena jual beli perkara, sehingga membuat betapa semakin mahalnya sebuah putusan keadilan bagi sipencari keadilan dinegeri tercinta ini, dan oleh karena rasa cintanya dan panggilan hatinya lah, membuat Prof. OC. Kaligis seakan tidak sudi berdiam diri begitu saja dimasa lanjut usianya, yang mustinya Kaligis sudah enak menikmati semua aset dan hasil kerja kerasnya sebagai seorang advokat kondang tanah air yang disegani oleh lawan dan kawan.
Walau banyak anak didiknya yang lupa diri, tapi dasarnya Kaligis tulus tanpa pamrih melakukan semua kebaikan sejak dulu sampai kapanpun Tuhan memanggilnya, asalkan janganlah sampai mati dulu, barulah uang tabungannya sebesar Rp 30 Miliar di Jiwasraya itu belum juga cair, karena bisa bisa membuat arwah Kaligis kelak menjadi gentayangan lalu mencekik tengah malam buta, sejumlah oknum yang masih belum berlaku adil baginya.
Berikut dibawah ini, ayah artis ternama Velove memberikan ulasan perspektif hukumnya terkait sejumlah faktor yang menjadikan runtuhnya marwah penegakan hukum di Indonesia ;
1. Berita mengejutkan hari ini di harian Kompas tanggal 24 November 2022.
2. Berita Pertama mengenai “Menilik Penggantian Hakim Mahkamah Konstitusi”.
3. Berita kedua berjudul “Runtuhnya Pilar Pilar Negara Hukum , analisis Politik oleh Bivitri Susanti, Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera”.
4. Sebagai praktisi hukum dan seorang akademisi, saya cukup terkejut membaca Penggantian Hakim Konstitusi atas usul DPR. Hakim Konstitusi Prof. Aswanto diganti oleh Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.
5. Apalagi pengangkatan Guntur Hamzah dan penggatinya Prof. Aswanto, mestinya dimulai dari usul Ketua Mahkamah Konstitusi.
6. Sekalipun kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, intervensi DPR yang melanggar Konstitusi dan Undang Undang MK tetap saja dilaksanakan.
7. Saya lalu teringat akan kasus Dr. Hamdan Zoelva yang menolak untuk diuji menjelang masa jabatannya yang kedua kalinya.
8. Alasannya. Sebagai seorang Hakim tidak pantas untuk mengikuti proses seleksi kelayakan kembali, artinya sama halnya seperti meragukan kredibilitas dan integritasnya.
9. Masa harus diuji lagi, menimbang bahwa setiap harinya baik se=bagai pemimpin sidang, maupun sebagai anggota, tiap hari Hamdan Zoelva menjalankan praktek sebagai Hakim Konstitusi, yang pertimbangan putusannya berdasarkan Undang Undang dan peraturan yang berlaku?
10. Karena DR. Hamdan menolak untuk diuji kembali, DR Hamdan Zoelva akhirnya mengundurkan diri.
11. Saya yang berpraktek sebagai praktisi di Mahkamah Konstitusi, setahu saya putusan putusan mereka tidak selalu dibuat secara aklamasi.
12. Setiap kali menjelang putusan, tiap tiap hakim memberi pertimbangan hukum secara independen, sehingga sering terjadi adanya dissenting opinion.
13. Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, pengangkatannya memang istimewa karena tidak melalui uji kelayakan, tidak melalui rekam jejak dan wawancara, tidak melalui seleksi terbukapun tidak melewati Panitia seleksi (Pansel).
14. Di hari selanjutnya kedudukan Hakim Konstitusi, tidak lagi aman, alias setiap waktu dapat dilengserkan melalui usul DPR RI.
15. Yang tidak setuju oleh usul DPR adalah sebagian ahli hukum yang hendak mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara, yang menurut saya akan sia sia apalagi setelah Bapak Presiden memberikan persetujuan atas usul DPR RI.
16. Sekalipun pelantikan Guntur Hamzah tepat dilakukan sebelum putusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir usul DPR, dengan diktum MK, tidak sahnya usul DPR RI mengganti Prof. Aswanto, tetap saja putusan MK tersebut dikesampingkan.
17. Penunjukan langsung saudara Guntur Hamzah belum tentu dirasakan nyaman oleh para Hakim Konstitusi sekarang, para Hakim MK yang tidak menyetujui usul DPR RI menggantikan Prof. Aswanto.
18. Sekalipun mungkin Prof. Aswanto di. dalam hati kecilnya tidak menyetujui penghentian dirinya Prof. Aswanto secara sangat santun di Media, menerima putusan Presiden tersebut.
19. Alasan Prof. Aswanto, beliau telah cukup mengabdi di Mahkamah Konstitusi, sehingga beliau berpendapat masa baktinya di MK, sudah cukup.
20. Kehadiran Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi, jelas berlawanan dengan para hakim pemutus yang tidak menyetujui pengangkatan Guntur Hamzah melalui usul DPR RI.
21. Bukankah putusan MK tersebut adalah hasil Putusan MK dalam kedudukannya sebagai the guardian of constitution. Fungsi pengawalannya mungkin dengan peristiwa ini, sudah menjadi pupus.
22. Lebih berbahaya lagi, menjelang Pemilihan Calon Presiden tahun 2024 mendatang.
23. Putusan putusan MK, menjadi sorotan DPR RI, bila putusan tersebut dalam anggapan mereka berlawanan dengan kehendak Penguasa, bisa saja Hakim Konstitusi lainnya mengalami nasib di “Aswanto-kan”
24. Padahal sumpah para Hakim Konstitusi sesuai Pasal 21 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 Undang Undang MK adalah taat kepada UUD 45 dan semua Undang Undang yang berlaku.
25. Tadinya saya berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan final dan mengikat.
26. Dari uraian analisis politik (bukan analisis Hukum) saudara ahli Bivitri Susanti, saya bisa menyimak alasan politik usul penggantian tersebut, karena katanya banyak putusan Prof. Dr Aswanto dianggap melawan kehendak pembuat Undang Undang.
27. Lalu menjadi pertanyaan dimana letak putusan yang kolegial itu, yang melawan kehendak DPR atau melawan Undang Undang?
28. Seperti saya katakan diatas, setahu saya seorang Hakim Konstitusi atau tiap tiap Hakim Konstitusi, sebelum putusan, bebas memberi pertimbangan hukumnya sendiri sendiri secara independen.
29. Saya termasuk yang meng-amini analisa politik saudara Bivitri Susanti mengenai Runtuhnya Pilar Pilar Negara Hukum.
30. Dengan peristiwa tersebut, dapat dimengerti bila banyak ahli hukum berpendapat bahwa mungkin Indonesia bukanlah lagi termasuk Negara Hukum? Semoga pendapat tersebut keliru.
Jakarta, Kamis, 24 November 2022.
Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, S.H., M.H.
*** Advokat senior, dan praktisi hukum, akademisi, Ketua Dewan Pembina Redaksi Eksekutif. (breakingnews 01)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !