Jenderal TNI (Purn) Mulyono |
Jakarta, Info Breaking News - Untuk mendapatkan sebuah pedang yang berkualitas dan istimewa, maka pedang itu harus lebih dulu di bakar dalam bara api yang teramat panas, kemudian di pukul berkali-kali, bukan sehari bukan seminggu,tapi berbulan-bulan.
Jenderal TNI (Purn) Mulyono merupakan salah satu tokoh militer di Indonesia yang disegani. Maklum, pria kelahiran Desa Cepokosawit, Boyolali, Jawa Tengah pada 12 Januari 1961 ini pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat ( KSAD ).
Di balik kesuksesan kariernya di militer, ternyata ada banyak aral rintang yang menghadang. Bahkan, tidak sedikit yang meremehkannya. Namun putaran waktu membalikkan semua cemoohan itu. Lulusan Akademi Militer (Akmil) 1983 ini bukan saja menjadi perwira tinggi (Pati), melainkan juga menjadi orang nomor satu di TNI Angkatan Darat (AD) yang sangat dihormati bahkan dicintai oleh prajuritnya di seluruh Indonesia.
Dikutip dari buku biografinya berjudul “Mulyono Sosok Jenderal, Sang Pembeda” diceritakan bagaimana perjuangan Mulyono menjadi seorang prajurit TNI AD. Dorongan untuk menjadi abdi negara berawal ketika anak ketiga dari tujuh bersaudara ini berlibur rumah Buleknya di Magelang.
Kebetulan Paklemnya merupakan seorang anggota TNI AD berpangkat Sersan Dua yang berdinas di Armed 3/Tarik di Magelang. Selama berkunjung ke rumah buleknya, putera pasangan Suyatno Yatno Wiyoto dan Pardinah ini kerap membantu belanja ke pasar karena kebetulan Buleknya membuka kantin tak jauh dari barak militer.
Hingga suatu ketika, Mulyono yang tengah mengantar Buleknya melihat sekelompok remaja berseragam yang tengah berjalan dengan gagahnya. Karena penasaran, Mulyono kemudian bertanya kepada buleknya. “Mereka itu siapa Bulek?” tanya Mulyono, “Mereka itu taruna AKABRI,” jawab Buleknya. Cerita Mulyono Selasa, (17/1/2023).
Pertemuannya dengan taruna AKABRI itu menggugah hati Mulyono untuk menjadi seorang prajurit TNI. Selain untuk meringankan beban orang tua karena biaya kuliah cukup mahal, keputusan untuk menjadi prajurit TNI juga karena Mulyono ingin mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara.
Keinginan menjadi prajurit TNI pun langsung dia disampaikan kepada orang tuanya. Meski tidak dapat memberikan fasilitas dibutuhkan, namun didikan orang tua kepada Mulyono sejak kecil agar selalu melaksanakan Sholat Tahajud dan Sholat Dhuha mampu membangkitkan semangat Mulyono dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari dan mewujudkan mimpinya.
Di bawah bimbingan Pakleknya, Mulyono pun giat berlatih binsik atau pembinaan fisik. Termasuk memeriksakan kesehatannya agar lolos saat mengikuti ujian masuk Akmil. Namun usahanya tidak berjalan mulus, sebab mantri di desanya menyebut dirinya mengidap penyakit TBC. Hal itu lantaran perawakan Mulyono yang kecil.
Mendengar hal itu, orang tua Mulyono memberikan semangat agar tidak menyerah dan terus berusaha serta berdoa. Mulyono juga diminta tetap mendaftar dan mengurus surat-surat yang diperlukan. ”Kamu kuat lari dan jalan kok dibilang TBC,” ucapnya.
Ujian demi ujian kembali datang. Saat tengah menyiapkan surat-surat sebagai syarat adminitrasi, lagi-lagi Mulyono mendapat perlakuan tidak mengenakkan. Kali ini dari Kepala Desa setempat yang meremehkan Mulyono. “Kamu mengajukan surat sak gudang untuk apa?” kata Kepala Desa dengan nada melecehkan.
Sesampainya di rumah, sambil menangis Mulyono pun mengadu ke orang tuanya karena merasa dilecehkan oleh Kepala Desa. Dengan penuh kesabaran orang tua Mulyono kembali membangkitkan semangat putera tersayangnya itu. ”Semua hanya kuasa Allah. Maka tunjukkan kepada mereka kamu bisa,” kata Mulyono menirukan ucapan ayahnya tersebut.
Nasihat orang tuanya itu kembali membangkitkan semangat Mulyono untuk menjadi prajurit TNI. Sambil menunggu pengumuman tes AKABRI, Mulyono yang diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM) kemudian melakukan daftar ulang dan membayar biaya perkuliahan selama satu semester.
Namun baru sebulan mengikuti perkuliahan di kampus tersebut, Mulyono dinyatakan lulus masuk AKABRI yang sekarang bernama Akmil. Informasi kelulusan ini membuat Mulyono senang dan terus mengucap syukur kepada Allah SWT mengingat sebelum tes masuk AKABRI banyak yang mencemooh dan mengatakan dirinya tidak bakal diterima di AKABRI.
Dengan semangat membara, Mulyono mengikuti kerasnya pendidikan di kawah candradimuka Lembah Tidar. Setelah mengikuti pendidikan selama empat tahun di Akmil Magelang, Mulyono akhirnya lulus dengan predikat sepuluh terbaik. Meski masuk dalam salah satu lulusan terbaik namun orang tuanya berpesan agar Mulyono tidak jumawa. ”Jangan jadi orang sombong, tetaplah jadi orang baik, jujur, suka membantu sesama dan jangan meninggalkan sholat serta selalu berdoa kepada Allah SWT,” pesan orang tuanya kepada Mulyono.
Mengawali karier militernya, Mulyono yang saat itu menyandang pangkat Letnan Dua (Letda) dipercaya sebagai Danton Yonif 712/Wiratama Kodam XIII/Merdeka di Sulawesi Utara (Sulut) kemudian Danki Yonif 712/Wiratama dan Pasiops Yonif 712/Wiratama hingga berpangkat Kapten. Selama bertugas Mulyono diterjunkan di beberapa daerah operasi seperti Papua dan Timor Timur sekarang bernama Timor Leste.
Seiring perjalanan waktu, Mulyono berhasil membuktikan dirinya sebagai prajurit pilihan. Hal itu dibuktikan denan menjadi lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (Seskoad). Selepas mengikuti pendidikan, karier militer Mulyono terus menanjak.
Mulyono kemudian dipercaya mengemban jabatan sebagai Dandim 0901/Samarinda, selanjutnya Danrem 032/Wirabraja hingga akhirnya pecah bintang dengan menjabat sebagai Dirlat Kodiklat TNI AD. Kariernya sebagai Perwira Tinggi (Pati) di TNI pun semakin cemerlang.
Bintang emas di pundaknya kembali bertambah menjadi Mayor Jenderal (Mayjen) TNI dengan menjabat sebagai Wadankodiklat TNI AD, selanjutnya Asops KSAD. Bahkan, Mulyono menjadi orang nomor satu yang dipercaya menjaga keamanan wilayah Ibu Kota Jakarta sebagai Pangdam Jaya. Tidak lama menjabat sebagai Pangdam Jaya, Mulyono diangkat menjadi Pangkostrad. Sebuah jabatan yang sangat strategis di TNI AD. Puncaknya, Mulyono diangkat sebagai KSAD, karier militer tertinggi di TNI AD.
Meski menjabat sebagai KSAD, Mulyono dikenal sebagai Jenderal yang dekat dan dicintai prajuritnya. Hal itu lantaran Mulyono sering membaur dengan anak buahnya. Sebagai KSAD kebiasaan itu dilakukan sekaligus untuk menyemangati anak buahnya. "KSAD juga manusia, KSAD tidak makan besi, KSAD juga makan nasi. Saya tidak ingin prajurit saya ketemu dengan KSAD takut. Rangkul saja tidak papa. Minta duit tidak papa, tak kasih kalau saya punya," ujar Mulyono setiap kali bertatap muka dengan prajuritnya.
Tidak hanya itu, Mulyono juga tidak segan-segan mengangkat lengan prajurit yang berada di sebelahnya dan meletakkan di atas bahunya sambil mengepalkan tangan. "Angkatan Darat tidak bisa dipimpin dengan ketakutan tapi semangat bersama, kekuatan bersama mulai prada sampai jenderal, sampai kepala staf, jelas prajurit," ucapnya.
Bahkan, dalam pertemuan dengan prajurit Kopassus, Mulyono tidak sungkan membuang pangkat bintang empatnya. Hal itu dilakukan agar tidak ada jarak antara dirinya dengan prajurit Korps Baret Merah tersebut. “Jadi tidak boleh, tidak boleh takut, tentara ada pimpinan bawahan, tapi kita sebagai kawan. Tentara itu team work, organisasi tentara itu ada team work kerja sama. Kamu tidak boleh takut sama saya, saya adalah kawan mu juga,” kata Mulyono. *** Abah Juwan
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !